Oleh:
Jalal – Chairperson of Advisory Board
Social Investment Indonesia
Urgensi Pengelolaan Sosial di Panggung Energi Global
Industri minyak dan gas (migas) merupakan pilar penting ekonomi global dan banyak negara, termasuk Indonesia. Peranannya sebagai penyedia energi yang andal sangat esensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas hidup, dan mengentaskan kemiskinan. Di sisi lain, operasi migas yang padat modal dan teknologi, seringkali berlokasi di daerah terpencil dan sensitif, membawa potensi dampak sosial yang signifikan. Isu-isu seperti pergeseran populasi, ketimpangan ekonomi dan sosial, degradasi lingkungan, hingga pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara historis telah menjadi tantangan bagi sektor ini, dan menurut hemat saya sangat penting untuk diakui dan dipahami oleh siapapun yang bekerja di perusahaan migas dan pemangku kepentingannya.
Meningkatnya kesadaran publik dan tuntutan dari berbagai pemangku kepentingan—termasuk investor, pemerintah, dan masyarakat sipil—mendorong industri migas untuk mengelola dampak sosialnya secara lebih sistematis dan bertanggung jawab. Pengelolaan sosial yang efektif bukan lagi sekadar kumpulan projek filantropi, melainkan sebuah keharusan bisnis strategis. Praktik yang baik dalam aspek sosial dapat memerkuat social licence to operate (SLO), mengurangi risiko konflik dan penundaan projek, serta meningkatkan reputasi, bahkan keunggulan kompetitif perusahaan. Dalam konteks transisi energi global menuju masa depan rendah karbon, kinerja sosial (dan lingkungan) yang kuat serta komunikasinya menjadi semakin vital untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan resiliensi bisnis jangka panjang perusahaan-perusahaan migas yang bersungguh-sungguh dalam transisi itu.
Kerangka Pengelolaan Sosial IPIECA: Dari Prinsip hingga Praktik
IPIECA adalah organisasi yang paling penting di level global dalam menunjukkan bagaimana perusahaan-perusahaan migas bisa meningkatkan kinerja tanggung jawab sosialnya. Saya sudah memanfaatkan dokumen-dokumen yang diproduksinya—seluruhnya bisa diakses dengan gratis—sejak 2 dekade lampau, dan terus mengikutinya dengan lekat hingga sekarang. Menurut hemat saya, website IPIECA, terutama bagian Resources-nya, sudah seharusnya secara berkala dikunjungi oleh mereka yang bekerja di dalam pengelolaan isu-isu keberlanjutan di industri migas.
Sebagai asosiasi global industri migas untuk isu lingkungan dan sosial, IPIECA telah mengembangkan berbagai panduan praktik yang baik (good practice) untuk membantu perusahaan meningkatkan kinerja sosialnya. Panduan-panduan ini, yang dikembangkan melalui konsensus para anggotanya, mencakup spektrum luas isu sosial yang relevan di seluruh siklus hidup projek, mulai dari eksplorasi hingga dekomisioning. Kerangka kerja ini sejalan dengan berbagai standar internasional, termasuk Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia (UNGPs), Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB, dan Standar Kinerja IFC.
Kerangka pengelolaan sosial IPIECA agaknya dapat dikelompokkan ke dalam empat pilar utama: Hak Asasi Manusia (HAM), Praktik Ketenagakerjaan, Pembinaan Hubungan dengan Masyarakat, dan Konten Lokal.
1. Hak Asasi Manusia (HAM): Fondasi Kinerja Sosial. IPIECA menekankan bahwa penghormatan terhadap HAM adalah tanggung jawab inti perusahaan. Panduan IPIECA secara eksplisit merujuk pada UNGPs yang mengartikulasikan kerangka Protect, Respect, and Remedy. Implementasi pilar ini mencakup:
- Komitmen Kebijakan dan Tata Kelola: Perusahaan didorong untuk memiliki kebijakan HAM yang disetujui di tingkat pimpinan tertinggi dan mengintegrasikannya ke dalam sistem manajemen. Tata kelola yang baik memastikan ada pengawasan dari dewan direksi dan akuntabilitas yang jelas untuk isu-isu HAM.
- Uji Tuntas HAM (Human Rights Due Diligence – HRDD): Ini adalah proses berkelanjutan untuk mengidentifikasi, mencegah, memitigasi, dan mempertanggungjawabkan dampak HAM. IPIECA memberikan panduan praktis mengenai proses HRDD yang mencakup penilaian dampak aktual dan potensial di seluruh operasi, rantai nilai, dan hubungan bisnis. Penilaian ini harus melibatkan pemangku kepentingan yang berpotensi terkena dampak. Contohnya, penilaian dapat mengidentifikasi risiko kerja paksa di antara pekerja migran kontraktor (dampak potensial) atau dampak projek pada akses masyarakat adat ke sumberdaya alam (dampak aktual).
- Mekanisme Pengaduan dan Pemulihan: Perusahaan harus menyediakan mekanisme pengaduan yang efektif, dapat diakses, dan sah bagi pekerja dan masyarakat untuk menyuarakan keluhan tanpa takut akan pembalasan. Jika terbukti perusahaan menyebabkan atau berkontribusi pada dampak negatif HAM, maka perusahaan harus menyediakan atau berpartisipasi dalam pemulihan (remediasi) yang efektif.
- HAM dalam Rantai Pasok dan Keamanan: Panduan IPIECA juga secara spesifik membahas risiko HAM dalam rantai pasok (misalnya melalui pemasok dan kontraktor) dan dalam pengaturan keamanan, merujuk pada Voluntary Principles on Security and Human Rights (VPs).
2. Praktik Ketenagakerjaan: Membangun Tenaga Kerja yang Tangguh dan Inklusif. Tenaga kerja adalah aset utama di industri manapun, dan IPIECA mendorong praktik yang sejalan dengan standar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Isu-isu kunci meliputi:
- Kesehatan, Keselamatan, dan Kesejahteraan Pekerja: Selain keselamatan kerja (occupational safety), IPIECA menekankan pentingnya kesehatan (termasuk kesehatan mental), dan kesejahteraan pekerja, termasuk penyediaan akomodasi yang layak.
- Keragaman dan Inklusi: Perusahaan didorong untuk mempromosikan kebijakan non-diskriminasi dan inklusivitas, dengan melaporkan data komposisi tenaga kerja berdasarkan gender atau kategori keragaman lainnya.
- Pelatihan dan Pengembangan: Investasi dalam pelatihan dan pengembangan keterampilan tidak hanya penting untuk retensi karyawan tetapi juga merupakan bagian dari kontribusi positif perusahaan, terutama di negara berkembang.
- Mekanisme Pengaduan bagi Pekerja: Serupa dengan mekanisme untuk masyarakat, pekerja (termasuk kontraktor) harus memiliki akses ke sistem pengaduan yang rahasia dan tanpa risiko pembalasan.
3. Pembinaan Hubungan dengan Masyarakat: Membangun Kepercayaan. Pembinaan hubungan dengan masyarakat yang bermakna dan efektif adalah kunci untuk mendapatkan dan memertahankan SLO. Panduan IPIECA menggarisbawahi pendekatan yang sistematis dan berkelanjutan melalui:
- Penilaian Dampak Sosial (Social Impact Assessment – SIA): SIA adalah alat penting yang digunakan sejak tahap awal projek untuk memahami demografi, sosio-ekonomi, infrastruktur sosial, dan aspek budaya masyarakat. Proses ini harus bersifat partisipatif, melibatkan pemangku kepentingan lokal untuk mengidentifikasi dampak negatif dan positif.
- Pembinaan Hubungan yang Bermakna (Meaningful Engagement): Keterlibatan bukan hanya proses satu arah (pemberian informasi), tetapi dialog dua arah yang berkelanjutan. IPIECA mendefinisikan keterlibatan yang bermakna berdasarkan enam prinsip inti: pola pikir yang tepat, orang yang tepat, waktu yang tepat, metode yang tepat, proses yang tepat, dan respons yang tepat. Ini termasuk penyediaan informasi yang dapat diakses dan dipahami, serta mempertimbangkan dinamika kekuatan dan kerentanan kelompok-kelompok tertentu seperti masyarakat adat dan perempuan.
- Manajemen Dampak dengan Hirarki Mitigasi: Untuk dampak negatif yang teridentifikasi, IPIECA merekomendasikan penerapan hierarkki mitigasi: hindari (avoid), minimalkan (minimize), pulihkan (restore), dan sebagai upaya terakhir, lakukan offset. Pendekatan ini memastikan bahwa pencegahan dampak lebih diutamakan daripada upaya perbaikan. Hal ini agaknya sangat penting ditekankan, mengingat kebanyakan manajemen dampak melupakan hierarkhi ini, dan cenderung langsung pada upaya offset yang bahkan kerap tidak sesuai dengan sifat dan besaran dampaknya.
- Investasi Sosial (Social Investment – SI): SI adalah kontribusi sukarela perusahaan kepada masyarakat, yang tujuannya untuk saling menguntungkan kedua belah pihak. IPIECA menekankan bahwa SI yang berhasil haruslah strategis, sejalan dengan business case, dan dirancang dengan partisipasi masyarakat untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang, bahkan setelah operasi perusahaan berakhir. Program SI harus direncanakan sejak dini dan terintegrasi dengan siklus hidup projek.
4. Konten Lokal: Menciptakan Manfaat Bersama. Konten lokal didefinisikan sebagai nilai tambah yang dibawa ke wilayah tuan rumah—negara dan satuan regional di bawahnya—melalui pengembangan tenaga kerja dan pengadaan barang/jasa lokal. Ini adalah alat yang ampuh untuk menciptakan nilai bersama (shared value).
- Strategi Konten Lokal: Strategi yang efektif dimulai dengan analisis konteks lokal, termasuk kerangka kebijakan pemerintah, harapan pemangku kepentingan, dan kapasitas pasokan lokal (tenaga kerja dan pemasok).
- Pengembangan Tenaga Kerja: Ini mencakup perekrutan tenaga kerja nasional, pelatihan, pengembangan keterampilan, serta magang dan beasiswa.
- Pengembangan Pemasok: Perusahaan dapat mendukung pemasok lokal dengan menyederhanakan proses pengadaan, memberikan pelatihan teknis dan manajerial, serta memfasilitasi akses ke pembiayaan. Program pengembangan pemasok yang terkoordinasi dapat meningkatkan daya saing bisnis lokal secara berkelanjutan.
Melampaui Panduan IPIECA
Meskipun panduan IPIECA sangat komprehensif dan menjadi acuan penting bagi industri, saya masih menemukan terdapatnya beberapa area di mana praktik pengelolaan sosial dapat diperdalam dan diperkuat, terutama dalam menghadapi dinamika sosial dan ekspektasi yang terus berkembang.
Salah satu area utama adalah integrasi yang lebih dalam antara aspek sosial dan transisi energi. IPIECA telah mulai membahas konsep just transition (transisi yang berkeadilan) melalui studi pustaka. Konsep ini bertujuan memastikan bahwa transisi menuju ekonomi rendah karbon berjalan adil dan inklusif bagi pekerja dan masyarakat yang terkena dampak. Ini mencakup baik dampak negatif, seperti kehilangan pekerjaan akibat penutupan fasilitas yang intensif karbon, maupun dampak positif, seperti penciptaan pekerjaan hijau (green jobs) dan peluang pengembangan keterampilan baru di sektor energi terbarukan.
Namun, implementasi praktis dari transisi yang adil masih merupakan tantangan besar. Perusahaan perlu bergerak lebih dari sekadar melaporkan kebijakan, menuju pengembangan rencana transisi konkret yang mencakup analisis dampak sosial dari penutupan aset (misalnya, kilang tua) atau pengembangan energi alternatif. Rencana ini harus mencakup dialog sosial yang bermakna dengan para pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi risiko dan peluang. Program konkret seperti re-skilling dan up-skilling bagi tenaga kerja yang terdampak, serta dialog proaktif dengan masyarakat mengenai masa depan ekonomi lokal pasca-migas, menjadi sangat penting untuk memastikan tidak ada yang tertinggal dalam proses transformasi ini. Akan sangat baik bila IPIECA bisa memiliki panduan yang komprehensif tentang transisi yang berkeadilan ini.
Area perbaikan kedua adalah pengukuran dampak sosial yang lebih berorientasi pada hasil (outcome) dan dampak (impact), bukan hanya output. Panduan IPIECA telah mendorong pelaporan kinerja, namun seringkali perusahaan masih fokus melaporkan output (misalnya, jumlah orang yang dilatih atau dana yang disumbangkan). Metodologi yang lebih canggih untuk mengukur outcome (misalnya, peningkatan pendapatan setelah pelatihan) dan impact (misalnya, penurunan tingkat kemiskinan di komunitas) beberapa kali sudah disebutkan di dalam dokumen-dokumennya, namun perlu diadopsi secara lebih luas. Ini akan memberikan gambaran yang lebih akurat tentang nilai nyata yang diciptakan oleh investasi sosial perusahaan.
Ketiga, penguatan mekanisme akuntabilitas kepada pemangku kepentingan yang terkena dampak. Meskipun IPIECA mempromosikan mekanisme pengaduan, ruang untuk perbaikan terletak pada pemberdayaan masyarakat untuk berpartisipasi tidak hanya dalam penyampaian keluhan tetapi juga dalam proses pemantauan dan evaluasi bersama atas tindakan perusahaan terhadap sumber masalah dan penyelesaiannya. Model pemantauan partisipatif, seperti yang diimplementasikan oleh beberapa perusahaan, dapat menjadi praktik standar untuk meningkatkan transparansi dan membangun kepercayaan. Ini juga sejalan dengan UNGPs yang menekankan pentingnya pemulihan (remedy) yang efektif, di mana korban memiliki suara dalam menentukan bentuk pemulihan yang sesuai.
Menuju Praktik Unggul di Indonesia
Panduan yang disediakan oleh IPIECA jelas telah menawarkan kerangka kerja yang solid dan komprehensif untuk pengelolaan aspek sosial di industri migas. Dengan pilar-pilar yang mencakup HAM, praktik ketenagakerjaan, pembinaan hubungan dengan masyarakat, dan konten lokal, IPIECA telah menetapkan standar praktik yang baik yang dapat membantu perusahaan menavigasi kompleksitas operasional sambil memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.
Bagi industri migas di Indonesia, mengadopsi dan mengadaptasi kerangka kerja IPIECA bukan hanya tentang kepatuhan terhadap standar global—agar misalnya lebih mudah mengakses investasi dan pendanaan global—tetapi juga merupakan investasi strategis untuk keberlanjutan jangka panjang. Konteks Indonesia yang kaya akan keragaman budaya, masyarakat adat, dan tantangan pembangunan yang unik menuntut pendekatan pengelolaan sosial yang canggih dan sensitif. Dengan memelajari secara mendalam dokumen-dokumen panduan IPIECA—mulai dari Community Development Agreements, panduan tentang HAM dan konten lokal hingga Sustainability Reporting Guidance—perusahaan-perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia dapat membangun kapasitas internal, merancang program yang lebih efektif, dan mengukur dampaknya secara lebih akurat.
Seluruh pemangku kepentingan—termasuk SKK Migas yang memiliki mandat dan kekuasaan dalam menentukan corak dan kinerja pengelolaan sosial, dan lingkungan, perusahaan-perusahaan migas—perlu menjadikan praktik pengelolaan sosial yang unggul sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas industri migas Indonesia, memastikan bahwa kekayaan sumberdaya alam kita benar-benar menjadi berkah bagi seluruh rakyat, sambil secara sungguh-sungguh menegakkan transisi yang berkadilan menuju pemanfaatan energi terbarukan yang dominan di masa mendatang.
Jakarta, 7 Oktober 2025
Penulis memanfaatkan mesin Kecerdasan Buatan (AI) untuk pencarian data serta penulisan kerangka dan draft awal. Tanggung jawab atas kebenaran informasi serta substansi pendapat tetap melekat pada penulis.


