← Seluruh

Inovasi Sosial: Kreativitas dan Kolaborasi Kemitraan yang menunjang Keberhasilan dalam Menjalankan Proses Bisnis di GGF dan Du Anyam

[debug_author_post]

Daftar Isi

Inovasi Sosial: Kreativitas dan Kolaborasi Kemitraan yang menunjang Keberhasilan dalam Menjalankan Proses Bisnis di GGF dan Du Anyam

Konsep inovasi sosial telah mendapatkan banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir, karena merupakan pendekatan baru yang dirasa lebih efektif dibandingkan solusi yang ada saat ini dan mendorong perbaikan kapabilitas dan hubungan sosial, serta pemanfaatan asset dan sumberdaya yang lebih baik. Inovasi sosial menjadi instrumen penting untuk mendorong kontribusi perusahaan dalam menyelesaikan permasalahan/kebutuhan sosial di masyarakat sekitar wilayah operasi.

Social Investment Roundtable Discussion (SIRD) seri ke-66 yang dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2024 lalu, mengambil tema “Social Innovation Matters: Creativity + Collaboration”. Acara tersebut dihadiri tiga narasumber yaitu Arief Fatullah (Head of Sustainability di Great Giant Foods), Davit Manalu (Project Manager di Krealogi oleh Du Anyam) dan Jalal (Chairperson Advisory di Social Investment Indonesia).

 

Pemaparan materi pertama disampaikan oleh Arief Fatullah dari Great Giant Foods (GGF), dimulai dari memperkenalkan model bisnis yang dijalankan GGF yang berbeda dari perusahaan lain, baik berupa fresh product maupun yang melalui proses pabrik. Untuk menjaga pola bisnis GGF terus tumbuh dan berlanjut, GGF memiliki empat pilar keberlanjutan, yaitu climate resilience, regenerative agriculture, circularity dan community.

GGF memiliki permasalahan pada ketersediaan lahan yang terbatas di Lampung, sehingga untuk mengatasi masalah tersebut dibangun pola kemitraan dengan petani yang tersebar di seluruh Indonesia. Total hingga saat ini sudah terdapat lebih dari 2.000 mitra petani, dengan berbagai macam hasil pertanian. Benefit yang didapat dari sistem kemitraan ini, selain menguntungkan bagi GGF karena tersedianya pasokan yang berkelanjutan, menguntungkan juga bagi petani yang mendapat benefit lebih tinggi dari penjualan hasil pertaniannya.

GGF bermitra dengan peternakan sapi untuk kebutuhan pakan ternak serta pengolahan kompos. Proses bisnis GGF yang melibatkan community juga dilakukan untuk proses pengolahan daun nanas sebagai fiber untuk kebutuhan industri lain. Sehingga banyak menyerap tenaga kerja dan menumbuhkan nilai ekonomi di lingkungan sekitar Perusahaan.

 

Sesi selanjutnya pemaparan materi oleh Davit Manalu dari Krealogi. Davit menerangkan mengenai sistem bisnis berbasis komunitas. Du Anyam memulai proses bisnis dari Indonesia Timur, dengan tujuan awal untuk meringankan isu yang dihadapi di sana, seperti stunting, minimnya lapangan kerja, kekurangan lahan pertanian.

Sebagai wirausaha sosial yang masih jarang di Indonesia, Du Anyam memiliki lebih dari 1.600 perajin/penganyam Perempuan yang sudah terlatih dan mampu mengekspor hasil produksinya ke pasar global.

Dari sisi sosial, dampak yang dirasakan oleh perempuan sebagai perajin memiliki kapasitas dalam mengelola keuangan dan keterampilan menganyam, sehingga lebih dihargai di keluarganya. Dari sisi ekonomi, meningkatkan 40% pendapatan dari hasil menganyam. Sedangkan dari isu pendidikan dan kesehatan (khususnya stunting), lebih dari 6.100 anak mendapatkan makanan bergizi dan lebih dari 500 beasiswa didapatkan untuk anak penganyam.

Dari pengalaman 10 tahun Du Anyam dalam mengembangkan UMKM, kini membangun sebuah platform “Krealogi”, sebagai salahsatu solusi holistik mentransformasi UMKM dengan berkolaborasi bersama pemerintah, NGO dan Perusahaan. Dari kolaborasi tersebut menghasilkan inovasi sosial yang berdampak pada penyelesaian masalah lingkungan, pengetahuan dan akses pasar.

“Selain pemberdayaan perempuan, pengurangan sampah plastik, inovasi ini juga meningkatkan pendapatan bagi komunitas”, ujar Davit.

Sesi pemaparan materi ditutup dengan narasumber ketiga yaitu Jalal selaku Chairperson Advisory di SII. Jalal memaparkan resensi buku yang berjudul, “Encyclopedia of Social Innovation”. 

Hasil kesimpulan dari resensi buku tersebut diantaranya, memuat 77 entri yang menunjukkan keluasan wacana—dan sampai batas-batas tertentu, praktik—inovasi sosial sejak awal hingga sekarang. Terutama ditujukan untuk para akademisi dan peneliti, walaupun juga sangat bermanfaat untuk para praktisi. Karena menunjukkan dengan jelas ke arah mana penelitian inovasi sosial perlu dilakukan di masa mendatang.

Bagaimanapun, ensiklopedi ini sangat disarankan untuk dibaca oleh mereka yang ingin meneliti inovasi sosial dan/atau yang memanfaatkannya untuk melakukan perubahan sosial positif bagi masyarakat dan lingkungan.

Pada sesi terakhir narasumber menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan peserta pada kolom chat. Selain itu juga pada tiap sesinya diberikan satu kesempatan bagi peserta untuk bertanya secara langsung pada narasumber.

Kemudian acara ditutup oleh host Peggy Arnolia dengan membacakan pemenang pantun:

Jalan-jalan ke hutan Sumba

Ehh ketemu bunga warna warni

Inovasi sosial bukan sekedar wacana

Tapi aksi nyata untuk kemajuan negeri