← Seluruh

Cegah Bencana Sampah dengan Ekonomi Sirkular untuk Pangan Berkelanjutan! [Rilis SIRD #74]

Daftar Isi

Diskusi SIRD #74 membahas pentingnya penerapan ekonomi sirkuler dalam mitigasi limbah dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG), sebuah inisiatif pemerintah yang menargetkan 90 juta penerima manfaat hingga tahun 2029. Program ini bertujuan meningkatkan kualitas gizi masyarakat, mengurangi angka stunting yang saat ini mencapai 37% pada balita, serta memperkuat sumber daya manusia Indonesia. Namun, program tersebut menghadapi tantangan besar terkait dampak lingkungan, terutama dari limbah organik (sisa makanan) dan anorganik (kemasan), yang belum terkelola dengan baik. Food Loss and Waste (FLW) di Indonesia menyumbang 7,29% emisi gas rumah kaca nasional dan menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp200-500 triliun per tahun.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diskusi menyoroti pentingnya prinsip ekonomi sirkuler melalui pendekatan 9R Framework, yang mencakup langkah-langkah seperti Refuse (menghindari kemasan tidak perlu), Rethink (mendesain ulang sistem distribusi berbasis lokal), Reuse (menggunakan wadah guna ulang), dan Repurpose (mengolah sisa makanan menjadi pupuk atau biogas). Selain itu, inovasi teknis seperti integrasi cold chain untuk meminimalkan food loss serta kolaborasi dengan bank sampah dan TPS3R untuk daur ulang kemasan menjadi solusi konkret yang diusulkan.

Namun, implementasi program MBG tidak luput dari isu kritis. Sebanyak 59% responden survei mengeluhkan kualitas makanan yang monoton, distribusi tidak merata, serta kasus keracunan makanan di beberapa wilayah. Selain itu, alokasi anggaran Rp10.000 per porsi dianggap tidak realistis oleh beberapa pihak, sementara ketergantungan pada bahan pangan impor meningkatkan jejak karbon.

Diskusi menghasilkan sejumlah rekomendasi kebijakan, termasuk penerapan SNI untuk kemasan daur ulang, insentif fiskal bagi UMKM yang mengadopsi praktik sirkuler, serta integrasi SOP pengelolaan limbah dalam pedoman MBG. Edukasi masyarakat melalui pelatihan zero-waste bagi penyedia MBG dan kampanye pilah sampah di sekolah juga dianggap penting untuk keberhasilan program ini.

Sebagai pembelajaran tambahan, studi kasus internasional dari Jepang, Brasil, dan Finlandia menunjukkan praktik terbaik dalam pengelolaan sampah dan distribusi pangan berkelanjutan. Jepang menekankan edukasi pengelolaan sampah sejak dini, Brasil memanfaatkan sisa makanan sebagai pakan ternak, sementara Finlandia menerapkan sistem food sharing untuk distribusi pangan yang adil.

Kesimpulannya, program MBG memiliki potensi besar sebagai solusi gizi dan lingkungan jika didukung oleh desain sirkuler dari hulu ke hilir, transparansi anggaran, partisipasi masyarakat, dan teknologi pemantauan limbah secara real-time. Roadmap ekonomi sirkuler nasional dapat menjadi panduan utama dalam mewujudkan tujuan ini.