Strategi Keberlanjutan Bisnis Sosial – Bagian Ketiga
Oleh:
Jalal – Pimpinan Dewan Penasihat Social Investment Indonesia
Tulisan sebelumnya telah menguraikan bagaimana perubahan-perubahan pada seluruh sektor industri terkait dengan keberlanjutan telah membuat perusahaan sosial yang masuk ke dalam industri manapun penting untuk mengadopsi keberlanjutan sebagai model bisnis. Apalagi, kalau praktik-praktik keberlanjutan yang khas untuk industrinya sudah menjadi praktik yang universal. Dalam kondisi tersebut, perusahaan sosial perlu untuk berinovasi untuk menunjukkan kinerja keberlanjutan yang lebih tinggi daripada rerata industri agar bisa menjadi menonjol di antara perusahaan lain yang sudah beroperasi terlebih dahulu.
Penelitian tentang hibriditas organisasi memang telah berkembang pesat, dengan fokus yang sangat tegas pada bisnis sosial. Pada saat yang sama, gagasan bahwa bisnis komersial juga perlu melakukan hal yang sama juga mengemuka. Hibriditas tujuan memang menjadi ciri yang sangat kuat ketika membicarakan keberlanjutan.
Keberlanjutan bisnis, baik itu dalam konteks bisnis sosial ataupun komersial, mewajibkan perusahaan untuk memperhatikan tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan sekaligus. Karena akarnya memang dalam berasal dari pandangan sistemik, tujuan yang beragam dan orientasi jangka panjang yang menjadi karakteristik keberlanjutan bisnis, menurut Hahn (2021) adalah juga sumber hibriditas. Artinya, kalau ingin mencapai keberlanjutan, maka perusahaan komersial harus semakin menjadi seperti perusahaan sosial.
Hibriditas organisasi sendiri adalah sebagai sebuah kontinum. Demikian yang ditegaskan oleh Battilana dan Lee (2014). Dan Hahn mengajukan empat bentuk hibriditas terkait keberlanjutan bisnis. Keempat bentuk ini berbeda dalam hal seberapa kuat inisiatif keberlanjutan diintegrasikan dengan kegiatan bisnis inti (integrasi) dan sejauh mana inisiatif keberlanjutan diupayakan sebagai tujuan itu sendiri (otonomi).
Dari dua dimensi keberlanjutan itu, spektrum hibriditas untuk keberlanjutan bisnis berkisar dari hibriditas seremonial (integrasi lemah dan otonomi rendah), hibriditas kontingen (integrasi kuat dan otonomi rendah), hibriditas periferal (integrasi lemah dan otonomi tinggi), dan hibriditas penuh (integrasi kuat dan otonomi tinggi).
Dengan hibriditas seremonial sebetulnya perusahaan hanya mau mengelola kesan sebagai bisnis yang berkelanjutan, tetapi kenyataannya mereka memfokuskan upaya mereka pada prioritas bisnis yang konvensional, yaitu pengejaran keuntungan ekonomi semata. Hibriditas kontingen menunjukkan pendekatan di mana pengelolaan isu lingkungan dan sosial hanya dilaksanakan sejauh mereka selaras dengan tujuan ekonomi dari bisnis.
Pada hibriditas periferal perusahaan mengejar inisiatif keberlanjutan sebagai tujuan yang terpisah, dan tidak mengintegrasikannya dengan aktivitas bisnis inti. Aktivitas bisnis intinya sendiri agnostik terhadap keberlanjutan. Sementara, pada hibriditas penuh perusahaan benar-benar mengintegrasikan bisnisnya dengan keberlanjutan sebagai tujuan utuh organisasi yang tidak mengorbankan atau menekan menekan satu sama lain.
Demikian derajat hibriditas yang diajukan dalam Business Sustainability as a Context for Studying Hybridity (Hahn, 2021). Mungkin akan banyak orang yang menyatakan bahwa hibriditas tersebut jauh lebih mudah diamati pada perusahaan-perusahaan komersial, dibandingkan pada perusahaan sosial. Namun, kasus-kasus perusahaan sosial di Indonesia sebetulnya juga menunjukkan adanya derajat hibriditas sebagaimana yang dideteksi dalam karya tersebut.
Tidak semua perusahaan sosial—walaupun menghadapi desakan industri—bisa langsung mempraktikkan keberlanjutan hingga pada level hibriditas penuh. Ada banyak perusahaan sosial, atau setidaknya mereka yang menyatakan sebagai perusahaan sosial, di Indonesia yang model bisnis atau praktiknya masih bersifat seremonial, kontingen, atau periferal, lantaran berbagai kondisi yang melingkupi fase bisnis di mana mereka berada.
Tulisan berikutnya, yang akan menjadi penutup seri ini, akan mendiskusikan bagaimana perusahaan sosial bisa menggeser ketiga bentuk hibriditas yang parsial itu menjadi hibriditas penuh dan mencapai kinerja keberlanjutan tertinggi.
–##–
Artikel ini direpost dari: https://epaper.kontan.co.id/news/720555/Strategi-Keberlanjutan-Bisnis-Sosial-3
[/fusion_text][/fusion_builder_column][/fusion_builder_row][/fusion_builder_container]
Tinggalkan Balasan