Lima Jenis Modal
Oleh:
Zainal Abidin – Akademisi, Sekolah Bisnis Prasetiya Mulya
Jalal – Chairperson Advisory Board, Social Investment Indonesia
Artikel kami sebelumnya berargumentasi bahwa untuk memahami kinerja sosial perusahaan, khususnya investasi sosialnya, secara komprehensif terdapat empat lapisan yang harus diungkap satu persatu: apakah tujuan suatu program dan projek itu tercapai sesuai dengan yang direncanakan; apakah program atau projek tersebut dicapai dengan sumberdaya yang efisien; apakah relasi antara perusahaan dan masyarakat menjadi lebih baik; dan apakah masyarakat menjadi semakin meningkat kesejahteraannya, mandiri, resilien, dan berkelanjutan.
Pertanyaannya kemudian adalah pada aspek apa saja perusahaan memiliki dampak terhadap masyarakat? Apakah yang dimaksud dengan ‘sosial’ pada kinerja sosial itu? Banyak pihak yang tidak bisa menjelaskan dengan memadai apa saja dampak perusahaan terhadap masyarakat lantaran tak menyadari kompleksitas modal yang harus dimiliki oleh masyarakat agar bisa berkelanjutan. Jawabannya disediakan oleh para pakar yang memelopori apa yang disebut sebagai Five Capitals atau lima jenis modal—yang kami singgung di bagian akhir tulisan lalu.
Ketika kita membicarakan tentang keberlanjutan, yang popular sejak awal adalah tiga aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Keberlanjutan perlu dicapai dalam ketiga aspek itu, agar kehidupan manusia bisa berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Hubungan di antara ketiga aspek itu tidaklah setara. Lingkungan yang sehat adalah fondasi bagi kehidupan sosial yang kokoh, dan kehidupan sosial yang kokoh akan menjadi penyokong ekonomi yang baik. Oleh karena itu, gambaran yang sekarang diterima adalah tiga lingkaran, di mana lingkaran ekonomi merupakan bagian dari lingkaran sosial, sementara lingkaran sosial berada pada lingkaran lingkungan. Ini dikenal sebagai model keberlanjutan yang nested.
Para pakar yang mengembangkan Five Capitals kemudian membagi dua lingkaran ekonomi yang terdalam itu menjadi modal finansial dan modal fisikal. Modal finansial terkait dengan bagaimana masyarakat dapat memeroleh pendapatan, memanfaatkannya untuk memeroleh kebutuhan, dan menyimpannya untuk tabungan dan investasi. Perusahaan bisa meningkatkan modal finansial ini misalnya dengan memrioritaskan dan memfasilitasi masyarakat bekerja dan mendapatkan bisnis dari perusahaan, hingga memberikan literasi finansial.
Agar ekonomi bisa menjadi baik, dibutuhkan beragam infrastruktur seperti untuk transportasi, komunikasi, energi, alat-alat, dan lainnya. Ini yang dimaksud dengan modal fisikal. Jadi, ketika perusahaan melihat bahwa ada infrastruktur yang diperlukan oleh masyarakat agar hidup mereka menjadi lebih baik, maka perusahaan bisa berkontribusi untuk membangun atau memberikan akses pemanfaatannya. Perusahaan tidak dituntut untuk membangunnya sendirian, tentu saja, melainkan bersama dengan pemerintah maupun pemangku kepentingan lain, termasuk masyarakat sendiri. Pilihan yang lain termasuk pemanfaatan bersama infrastruktur yang telah dimiliki oleh perusahaan.
Pada aspek sosial, para pakar juga membaginya menjadi dua jenis modal. Yang pertama adalah modal insani, dan yang kedua adalah modal sosial, atau terkadang disebut sebagai modal komunal. Modal insani yang terpenting adalah kesehatan dan pendidikan dalam pengertian yang terluas. Perusahaan bisa meningkatkan kesehatan masyarakat lewat berbagai cara, termasuk dengan tindakan preventif, promotif, maupun kuratif. Lagi-lagi, ini dilakukan bersama-sama dengan pemangku kepentingan lain, terutama otoritas kesehatan. Perusahaan bisa membantu masyarakat dalam bidang pendidikan melalui beragam cara, termasuk pemberian beasiswa sekolah beragam jenjang, bantuan pendidikan vokasional, kesempatan magang, maupun fasilitasi untuk sertifikasi.
Modal sosial yang terpenting adalah kondisi hubungan antar-anggota masyarakat dan dengan pihak-pihak lain yang kondusif, jejaring yang luas, serta saling percaya di antara mereka. Perusahaan, tentu saja, perlu berupaya agar kehadirannya, serta operasinya, tidak membuat ketidakpuasan, keresahan bahkan konflik di masyarakat. Perusahaan perlu memikirkan bagaimana membuat masyarakat bisa menjadi semakin guyub, misalnya dengan bantuan revitalisasi budaya-budaya luhur setempat, membangun ruang-ruang sosial yang memertemukan berbagai kelompok masyarakat, dan sebagainya.
Terakhir, modal lingkungan. Tanah, air, udara, hutan, keanekaragaman hayati, dan lainnya yang diperlukan daya dukungnya bagi kehidupan yang baik bagi masyarakat setempat perlu disediakan. Perusahaan perlu memastikan bahwa operasinya tidak merusak lingkungan hingga membahayakan kehidupan masyarakat. Bila perusahaan melihat ada komponen lingkungan yang bisa ditingkatkan agar kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, mereka perlu mengupayakan rehabilitasi dan restorasinya. Perusahaan yang benar-benar mau membantu generasi mendatang bahkan bisa menegakkan regenerasi lingkungan dalam praktik bisnisnya.
Hingga sekarang, majoritas perusahaan masih cenderung menggerus lima jenis modal di masyarakat itu untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Namun, keuntungan yang demikian tidaklah berkelanjutan, karena perusahaan sesungguhnya bagian dari masyarakat dan lingkungan. Kalau kelima jenis modal itu tak bisa dipertahankan dan ditingkatkan, maka pada saatnya perusahaan akan merasakan perlawanan dari masyarakat. Sebaliknya, kalau masyarakat merasa bahwa perusahaan membantu memertahankan dan meningkatkan kelima jenis modal itu, maka dukungan masyarakat bagi kelancaran operasinya akan diperoleh.
Artikel ini juga tayang di koran Kontan tanggal 25 Januari 2024